Petunjuk Mensucikan Dari Najis

Petunjuk Mensucikan Dari Najis - Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah." Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: "Hendaklah ia membuang air itu." Menurut riwayat Tirmidzi: "Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah)".
 
Kosakata Hadits
Petunjuk Mensucikan Dari Najis
Petunjuk Mensucikan Dari Najis

  • kata طهور (thuhur) merupakan isim mashdar.
  • kata ولغ (walagho) = menjilat, artinya meminum dengan ujung lidah, dan ini cara minum anjing dan hewan-hewan buas lainnya.
  • kata التراب (at-turob) = debu, yaitu sesuatu yang halus di permukaan tanah.
  • kata فليرقه (falyuriqhu) yaitu hendaknya ia menumpahkannya (air) ke tanah.
  • kata أخراهن, أو أولاهن (ukhoohunna aw uulahunna) = yang pertamannya atau yang terakhirnya. Yang rajih bahwa ini adalah keraguan dari perawi hadits, bukan maksudnya boleh memiliih (antara yang pertama atau yang terakhir), riyawat “ulaahunna” (yang pertamanya) lebih rajih karena banyaknya riwayat tentangnya, dan karena diriwayatkan oleh Bukhori Muslim (syaikhoin), dan juga karena debu jika digunakan pada cucian pertama maka itu lebih bersih (dibandingkan jika debunya digunakan pada cucian yang terakhir).

Faedah Hadits
Petunjuk Mensucikan Dari Najis
Petunjuk Mensucikan Dari Najis

  1. Anjing itu najis, demikian juga anggota tubuh dan kotorannya, seluruhnya najis.
  2. Najisnya adalah najis yang paling berat.
  3. Tidak cukup untuk menghilangkan najisnya dan bersuci darinya kecuali dengan tujuh kali cucian.
  4. Jika anjing menjilat ke dalam wadah, maka tidak cukup membersihkan jilatannya dengan dibersihkan saja, tetapi mesti dengan menumpahkan isi di dalamnya kemudian mencuci wadah tersebut sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.
  5. Wajibnya menggunakan debu sekali dari tujuh kali cucian, dan yang lebih utama pada cucian pertama sehingga air digunakan untuk cucian selanjutnya.
  6. Penggunaan debu tidak boleh digantikan dengan pembersih lainnya karena:
  • Dengan debu dihasilkan kebersihan yang tidak diperoleh jika menggunakan bahan pembersih lain.
  • Tampak dari kajian ilmiah bahwa debu memiliki kekhususan dalam membersihkan najis ini, tidak seperti pada bahan pembersih lainnya. Ini merupakan salah satu mukjizat ilmiah pada syariat Muhammad ini yang beliau tidak berbicara dari hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.
  • Sesungguhnya debu adalah kata yang tercantum di dalam hadits, wajib kita mengikuti nash. Seandainya ada benda lain yang boleh menggantikannya maka tentu telah datang nash yang menjelaskannya. “Dan tidaklah Rabb-mu lupa” (al ayah).

  1. Menggunakan debu boleh dengan mencampurkan air dengan debu atau mencampurkan debu dengan air atau dengan mengambil debu yang telah bercampur dengan air, lalu tempat yang terkena najis dicuci dengannya. Adapun dengan mengusap tempat najis dengan debu saja, maka tidak sah.
  2. Telah tetap secara medis dan terungkap melalu alat mikroskop dan alat modern lainnya bahwa di dalam air liur anjing terdapat mikroba dan penyakit yang mematikan dan air saja tak dapat menghilangkannya kecuali disertai dengan debu. Tidak ada cara lain. Maha suci Allah Yang Maha Mengetahui lagi Memberi tahu.
  3. Makna lahiriyah hadits ini adalah umum untuk seluruh jenis anjing, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan, “anjing untuk berburu, menjaga kebun, anjing peliharaan adalah anjing-anjing yang dikecualikan dari keumuman ini. Hal ini berdasarkan pada kaidah toleransinya syariat dan kemudahannya. “Kesulitan dapat menarik kemudahan”.
  4. Sahabat-sahabat kami menyamakan anjing dengan babi di dalam kenajisannya yang berat, dan hukum mencuci najisnya babi sama dengan mencuci najisnya anjing. Akan tetapi jumhur ulama menyelisihi pendapat ini, mereka TIDAK menyamakan hukum mencuci najis babi dengan mencuci najis anjing yang tujuh kali dan berurutan. Mereka mencukupkan apa yang ada di dalam nash. Selain itu illah (alasan) hukum di dalam beratnya najis anjing tidak jelas.
Perbedaan pendapat ulama terhadap wajibnya menggunakan debu
Petunjuk Mensucikan Dari Najis
Petunjuk Mensucikan Dari Najis

  • Madzhab Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa yang wajib adalah mencuci tujuh kali, adapun penggunaan debu bersama tujuh kali cucian hukumnya tidak wajib. Hal ini karena kegoncangan (idhtirob)nya periwayatan hadits tentang pencuciannya yang disertai dengan debu, di dalam sebagian riwayat debu tersebut pada cucian pertama, di sebagian riwayat lain pada cucian terakhir, dan di riwayat lain tidak menentukan urutannya hanya menyebutkan “salah satunya dengan debu”.
  • Oleh karena idhtirob ini maka gugurlah hukum wajib penggunaan debu, karena “asal”nya adalah tidak adanya hukum wajib.
  • Imam Syafi’i dan Ahmad serta pengikut-pengikut mereka dan kebanyakan madzhab azh zhohiriyah, Ishaq, Abu Ubaidah, Abu Tsaur, Ibnu Jarir, dan yang lainnya mensyaratkan penggunaan debu. Jika najis anjing dicuci tanpa debu maka tidak suci. Hal ini berdasarkan nash yang shahih. Adapun celaan idhtirob pada periwayatannya ini tertolak. Dihukumi gugurnya suatu periwayatan karena idhtirob hanyalah jika idhtirobnya pada seluruh sisi, adapun jika sebagian sisi hadits unggul atas sebagian yang lain –sebagaimana dalam kasus ini- maka yang dijadikan hukum adalah riwayat yang rajih, sebagaimana yang ditetapkan di dalam ilmu ushul fiqh. Dan di sini, yang rajih adalah riwayat Muslim, yaitu penggunaan debu pada cucian yang pertama.
Yang terpahami dari hadits di atas adalah disyariatkannya menjauhi sesuatu yang najis. Jika sangat dibutuhkan atau darurat untuk menyentuhnya, seperti istinja (mencebok) atau menghilangkan kotoran dengan tangan, maka wajib membersihkannya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Mensucikan Mulut Yang Terkena Najis

Manfaat Biji Tanaman Cendana untuk Tubuh

Beberapa Petunjuk Bersikap Rama